Criminal Law
DOI: 10.21070/jihr.v13i1.1055

Police Strategy to Tackle the Crime of Online Fraud


Strategi Kepolisian Menanggulangi Tindak Pidana Penipuan Online

Universitas Medan Area
Indonesia
Universitas Medan Area
Indonesia
Universitas Medan Area
Indonesia

(*) Corresponding Author

Social Media Fraud Criminology Law Enforcement Digital Literacy Cybercrime Prevention

Abstract

General Background: Social media fraud is increasingly prevalent in the digital era, causing public concern and economic losses. Specific Background: Serdang Bedagai Regency in Indonesia is particularly vulnerable due to various local contributing factors. Knowledge Gap: In-depth studies analyzing the causes, criminal modus operandi, and local law enforcement responses to social media fraud from a criminological perspective remain limited. Aims: This study aims to examine the factors contributing to social media fraud in Serdang Bedagai, identify the perpetrators' methods, and evaluate the countermeasures taken by the Serdang Bedagai Police Resort. Results: The findings reveal that fraud is driven by economic hardship, a consumerist culture, limited digital literacy, a lack of public caution, and weak governmental oversight. The common fraud schemes include fake online loans, deceptive e-commerce transactions, and fictitious prize giveaways. The local police implement both penal approaches (criminal law enforcement) and non-penal strategies (preventive, cooperative, and educational efforts) to address the issue. Novelty: This study uniquely integrates a criminological framework with a normative juridical method, offering a localized analysis of digital fraud and its law enforcement responses. Implications: The results inform the development of community-based cybersecurity policies and enhance the effectiveness of digital crime prevention and prosecution in vulnerable regions.

Highlights:

 

  • Highlights localized factors influencing digital fraud in Serdang Bedagai.

  • Identifies specific criminal schemes and police countermeasures.

  • Offers a criminological and juridical perspective for policy formulation.

Keywords: Social Media Fraud, Criminology, Law Enforcement, Digital Literacy, Cybercrime Prevention

 

Pendahuluan

Modus penipuan yang dilakukan pelaku kejahatan beragam, dari mulai membuka toko aplikasi online, aplikasi bisnis online, aplikasi saham dan investasi online, serta arisan online. Dengan memanfaatkan teknologi digital para pelaku kejahatan mengemas kejahatannya begitu baik sehingga banyak masyarakat yang menjadi korban penipuan melalui media online internet. Berdasarkan berita yang ada dan dihimpun dibeberapa media cetak dan online yang ada di Sumatera Utara, terdapat beberapa kasus penipuan online yang terjadi, diantarannya di Kota Medan, penipuan online memanfaatkan fasilitas media sosial yang ada di Internet ataupun website penyedia jasa promosi barang dagangan. Penipuan jual beli lewat situs OLX. Polrestabes Medan berhasil menangkap satu kasus penipuan jual beli mobil lewat situs OLX. Korban jual mobil lewat situs OLX, calon pembeli (tersangka) menghubungi, setelah berjumpa calon tersangka melakukan tindak pidana karena penipuan kepada si pembeli [1].

Kejahatan penipuan melalui media online juga marak terjadi diwilayah hukum Polres Serdang Bedagai. Pada tahun 2019, Polres Serdang Bedagai telah berhasil mengungkapkan kasus penipuan arisan online yang melibatkan sepasang suami istri yang berprofesi sebagai seorang bidang di Desa Firdaus kecamatan Sei Rampah. Pelaku penipuan arisan online tersebut dilakukan penangkapan oleh Anggota Polres Serdang Bedagai di sebuah Hotel di Kota Medan. Pelaku kejahatan arisan online tersebut telah membawa kabur uang nasabah arisan online yang berkisar Rp. 300 jt. Modus operandi yang dilakukan pelaku terhadap 15 orang korban dengan daih bahwa arisan online meminta uang sebanyak Rp.350 ribu kepada korban dan dijanjikan dalam 15 hari ke depan, uangnya bertambah menjadi Rp.500 ribu, akan tetapi dalam praktiknya para korban tidak mendapatkan apa yang telah dijanjikan pelaku kejahatan penipuan arisan online tersebut [2].

Saat ini, kasus-kasus penipuan online di wilayah hukum Polres Serdang Bedagai telah meresahkan masyarakat. Hal ini telah disampaikan oleh KBO Sat Binmas Polres Serdang Bedagai Iptu Pujian Tarigan, bersama Aiptu R. Situmorang, Aiptu Z. Barus, dan Aiptu M. Hafiz Daulay yang disampaikan kepada masyarakat dalam memberikan himbauan Kepada masyarakat agar mewaspadai maraknya Penipuan secara Online. Berdasarkan informasi yang disampaikan bahwa saat ini di wilayah hukum Polres Serdang Bedagai kasus penipuan online sudah meresahkan warga masyarakat dengan modus seperti, Penipuan atas Menang Undian (Mendapat hadiah, Penipuan berkedok pinjaman dengan mengatas namakan teman atau keluarga, Penipuan Pinjaman Online. Kemudian, Penipuan dengan memberikan uang dengan cara si penerima di Poto berikut dengan KTP, yang kemudian si pemberi memakai poto tersebut untuk Pinjaman online, dan Judi Online [3].

Pada tahun 2021, terjadi kasus penipuan online yang sempat viral ditengah masyarakat di wilayah hukum Polres Serdang Bedagai. Kasus penipuan online dilakukan oleh Pelaku dengan modus pinjaman online. Pelau yang berinisial AS (31) adalah warga Dusun II Desa Pekan Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu. Menurut keterangan Korban bahwa pelaku datang bersama istri yang berinisal RN dan anaknya untuk mengajak warga bermain aplikasi Tik Tok guna mendapatkan Poin. Kemudian pelaku memberikan uang Rp. 500.000 dengan syarat KTP dan Foto warga agar dapat didaftarkan dengan membaawa Handphone masing-masing. Faktanya, Pelaku menggunakan Handphone warga untuk membuat aplikasi pinjaman online. Atas perbuatan pelaku tersebut, warga masyarakat yang menjadi korban mendapatkan tagihan dari aplikasi pinjaman online dengan denda yang berkisar Rp 515.000 bahkan lebih. Salah satu aplikasi pinjaman online yang digunakan pelaku adalah aplikasi Kredivo [4].

Berdasarkan modus penipuan online yang dilakukan pelaku kejahatan tersebut telah menyebabkan kerugian materil maupun inmateril dari korban. Hal ini menjadi persoalan serius bagi aparat penegak hukum khususnya Lembaga Kepolisian Republik Indonesia yang memiliki fungsi pengayoman dan penegakan hukum ditengah masyarakat.

Secara materil bahwa perbuatan tindak pidana penipuan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dalam Pasal 378 dan juga diatur dengan Undang-Undang KUHP baru dalam Pasal 492. Hanya saja, untuk KUHP Baru akan mulai berlaku sejak 3 tahun terhitung tanggal diundangkan yakni pada tahun 2026. Secara khusus bahwa kejahatan penipuan online diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yakni dalam Pasal 28 ayat (1).

Berdasarkan ketentuan tersebut, perbuatan penipuan yang termasuk dalam kategori penipuan elektronik adalah penipuan tersebut harus menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Kasus penipuan harus menjadi perhatian karena tindakan itu memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial korban dan perlu dicari metode pencegahannya karena keberadaan media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial, dan dipercayai sebagai salah satu pendukung interaksi social dalam kehidupan sehari-hari [5]. Melalui teknologi informasi berbasis elektronik ini menjadi gerbang utama untuk mendapatkan kebutuhan masyarakat, tetepi disatu sisi lainnya, dapat menimbulkan persoalan bagi masyarkat.

Metode

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab terjadinya penipuan melalui media sosial di tengah masyarakat serdang bedagai prespektif kriminologi dan modus operandi penipuan melalui media sosial oleh pelaku kejahatan serta mengkaji tentang upaya Kepolisian Resort Serdang Bedagai dalam menanggulangi penipuan melalui media sosial.

Jenis penelitian yang digunaka adalah penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dan lapangan yang kemudian dianalisis melalui metode kualitatif. Hasil analisis yang bersifat deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran dan analisis terhadap permasalahan penelitian sehingga ditemukan solusi.

Hasil dan Pembahasan

A. Faktor Penyebab Penipuan Melalui Media Sosial di Serdang Bedagai Prespektif Kriminologi

Terjadinya kejahatan melalui dunia maya atau jaringan internet adalah hasil atau dampak dari kemajuan perkembangan teknologi yang negatif. Perilaku kejahatan ini terjadi dengan berbagai bentuk dan jenis yang berdampak pada kerugian, dan dibutuhkan perlindungan hukum bagi para korban. Perlindungan terhadap korban kejahatan dunia maya adalah bentuk perlindungan dari tindakan kejahatan dan merupakan bentuk perlindungan HAM sebagai manusia yang notabenenya dijamin oleh hukum di Indonesia. Sebagai negara Pemerintah Indonesia harus melindungi warganya dari segala bentuk kejahatan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, seperti kejahatan komputer atau cybercrime [6].

Berkembangannya kejahatan teknologi internet adalah bentuk dari tindakan yang tidak bertangungjawab dari pelaku yang memanfaatkan teknologi internet untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain baik materil maupun formil. Melalui budaya digital saat ini yang marak terjadi ditengah masyarakat Indonesia dijadikan peluang atau kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Ketidakefektifan dari norma hukum yang ada, minimnya pengawasan pemerintah, dan rendahanya kualitas penegakan hukum oleh lembaga kepolisian menjadi situasi yang menguntungkan bagi para pelaku untuk melakukan aksinya. Walaupun pada tahun 2008, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang secara umum mengatur transaksi elektronik dan cybercrimes tetapi faktanya kondisi regulasi tersebut belum mampu mengatasi bahkan mengurangi kejahatan digital ditengah masyarakat.

Ironisnya, penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum cenderung tidak efektif dan terkesan lambat. Berbagai alasan telah disampaikan oleh institusi penegak hukum seperti masih lemahnya teknologi digital sebagai upaya preventif kejahatan digital pada masyarakat hingga minimnya anggaran untuk melakukan penegakan hukum. Kondisi ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh pelaku untuk terus melakukan aksinya. Dalam prespektif pemidanaan, rendahnya hukuman yang dituntut jaksa dan diputus oleh hakim memperlihatkan bahwa untuk kondisi penegakan hukum cyber di Indonesia sangat lemah.

Terjadinya banyak kasus tindak pidana cyber merupakan akibat dari berkembanganya teknologi dan internet di dunia. Berkembanganya teknologi digital tersebut telah memberikan dampak negatif dalam pelaksanaannya. Banyak pelaku kejahatan yang kemudian memanfaatkan teknologi untuk melakukan aksinya. Penetrasi internet yang begitu besar apabila tidak dipergunakan dengan baik dan bijak akan melahirkan kejahatan-kejahatan siber. Salah satu kejahatan internet yang berkembang pesat adalah kejahatan penipuan yang dilakukan diruang cyber.

Berdasarkan catatan dari Kementerian Komunikasi dan informatika (Kominfo) menyampaikan bahwa 130 orang pada tahun 2022 sebagai korban penipuan online dengan modus yang paling banyak adalah akun bank bodong [7].

Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo mencatat bahwa ada 1.730 konten penipuan online yang terjadi selama agustus tahun 2018 hingga 16 Februari 2023 (5 tahun berjalan). Kejahatan penipuan ini telah menciptakan kerugian para korban hingga Rp.18 Triliun Rupiah [8].

Berdasarkan studi dari Lembaga CfDS UGM terhadap 1.700 responden di 34 provinsi pada Agustus, sebanyak 66,6% pernah menjadi korban penipuan online. Berdasarkan hasil riset tersebut, terdapat lima jenis penipuan yang paling banyak diterima responden adalah [9]:

1. 36,9% berkedok hadiah

2. 33,8% mengirim tautan (link)

3. 29,4% penipuan jual beli seperti di Instagram dan lainnya

4. 27,4% melalui situs web atau aplikasi palsu

5. 26,5% penipuan berkedok krisis keluarga

Selain itu, media atau platform penipuan onlinenya pun bermacam-macam. Lebih banyak, riset tersebut mengatakan bahwa SMS/telepon menjadi media utama dalam kasus penipuan online, di mana mencapai 64,1%. Kemudian, ada pula Media sosial mencapai 12,3%, aplikasi percakapan mencapai 9,1%, situs web mencapai 8,9% hingga email mencapai 3,8%.

Hal tersebut memperlihatkan bahwa kejahatan penipuan dengan memanfaatakan ruang internet cukup tinggi terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Saat ini, dengan meningkatnya e commerce ditengah masyarakat, maka hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung para pelaku penipuan untuk melakukan kejahatannya. Sesuai dengan teori Braithwhite (1989) bahwa kejahatan akan marak dimasyarakat apabila masyarakatnya toleran atau bersikap lunak dengan penjahat. Kondisi ini terjadi ditengah masyarakat Indonesia, dengan adanya pembiaran dari masyarakat yang menjadi korban dengan tidak melaporkan para pelaku kepada pihak kepolisian [10]. Ketidakmauan dari korban untuk melaporkan tindakan penjahat penipuan internet kepada pihak penegak hukum adalah bentuk ketidakpercayaan publik/masyarakat kepada aparat kepolisian. Keadaan ini dimanfaatkan oleh pelaku penipuan untuk terus melancarkan aksinya. Selain itu, pesatnya berkembang kejahatan penipuan internet karena juga lemahnya penegakan hukum dari aparat penegak hukum kepada pelaku kejahatan [11].

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai, maka untuk menjawab faktor penyebab terjadinya penipuan online ditengah masyarakat:

a. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dalam kondisi masyarakat yang masih jauh dari kata sejahtera menyebabkan masyarakat mencari tambahan penghasilan lain diluar pekerjaan, diantaranya melakukan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terjadinya transaksi pinjaman online yang marak dilakukan masyarakat dijadikan sebagai kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk mengelabui atau melakukan penipuan terhadap masyarakat yang tidak mengerti teknologi internet. Pelaku dengan modus membantu korban kemudian mengambil data-data milik korban untuk digunakan sebagai data penipuan [12]. Dalam hal ini korban dirugikan baik secara materil maupun immateril Kehidupan ekonomi masyarakat di serdang bedagai yang notabenya adalah petani, nelayan dan pekerja menjadi sebuah keuntungan bagi pelaku untuk melakukan aksi kejahatannya. Dengan modus membantu, pelaku kemudian mencuri data untuk dijadikan keuntungan bagi pelaku. Hal ini memberikan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat.

b. Faktor Budaya Konsumtif

Perilaku konsumtif dari masyarakat yang selalu melakukan transaksi pembelian atau belanja online dimanfaatkan pelaku untuk melakukan kejahatan penipuan. Di beberapa wilayah Serdang Bedagai seperti di wilayah Pantai Cermin, Sei Rampah, Kampung Pon dan Dolok, budaya konsumtif masyarakat terlihat jelas dengan banyaknya paket belanja yang dikirimkan Perusahaan jangka angkutan ke daerah tersebut. Perilaku konsumtif ini membuka peluang dan kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. [13]

c. Faktor Terbatasnya Pengetahuan Tentang Internet dari Masyarakat

Ketidakpahaman masyarakat tentang internet memudahkan pelaku untuk melancarkan aksi kejahatan penipuan. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah menjadi salah satu faktor minimnya pengetahuan masyarakat tentang teknologi internet. Selain itu, minimnya akses internet di pedesaan yang ada di wilayah serdang bedagai menjadikan terbatasnya akses internet di tengah masyarakat. Perkembangan kemajuan teknologi internet telah merubah segala aspek transaksi konvensional menjadi transaksi internet atau digital termasuk salah satunya perubahan di bidang financial, banyak masyarakat sekarang ini yang menginginkan hal-hal yang biasa dilakukan menjadi praktis termasuk dalam metode pembayaran. Istilah pembayaran secara online untuk sekarang ini biasa dikenal e-payment yaitu suatu sistem pembayaran jasa maupun barang-barang yang dibeli melalui internet[14].. Bahkan istilah e- payment tidak hanya dilakukan dalam pembelian online dalam pembelian ofline banyak toko yang sudah menyediakan sistem pembayaran online (e-payment dalam tokonya. Pengertian e-payment sendiri adalah transfer nilai elektronik pembayaran dari pembayar ke penerima pebayaran melalui mekanisme e-payment. Dalam penerapan transaksi menggunakan e-paymen masalah keamanan dan kepercayaan menjadi hal yang penting untuk di perhitungkan mengingat penjual dan pembeli tidak tatap muka langsung khususnya dalam proses belanja online. Berbeda dengan berbelanja secara ofline penjual dan pembeli bisa bertemu langsung untuk bertransaksi dan sulit untuk melakukan penipuan untuk keamanan dan kepercayaan tidak menjadi salah satu faktor penting [15]. Tinggginya minat masyarakat sebagai konsumen dalam melakukan transaksi online menimbulkan kerentanan pada kejahatan online. Penipuan saat ini merupakan jenis kejahatan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Ledakan e-commerce telah berkontribusi pada peningkatan kasus penipuan [16].

d. Faktor Kurangnya Prinsip Kehati-Hatian Masyarakat atau Korban

Maraknya terjadi kasus penipuan melalui online dikarenakan masyarakat yang kurang hati-hati dalam melakukan transaksi melalui media online. Masyarakat di sering terlena dengan iklan dan iming-iming atau hal yang dijanjikan oleh para pelaku penipuan. Kurangnya kewaspadaan masyarakat akan kejahatan penipuan ini menambah banyaknya korban kejahatan. Terjadinya kejahatan pada media online menjadi hal yang sangat sering terjadi di Tengah masyarakat karena masyarakat sifat masyarakat yang tidak waspada akan informasi yang dapat mengakibatkan kerugian. Masyarakat yang tergiur akan hadiah yang ditawarkan melalui media online juga menyebabkan masyarakat sangat mudah untuk menjadi korban penipuan melalui online. banyaknya informasi terkait kasus-kasus penipuan online ternyata tidak menjadi Pelajaran bagi masyarakat untuk tidak menjadi korban penipuan online [17]. Itu dapat terjadi karena keadaan yang mendesak pengguna sehingga tergiur oleh hadiah palsu. Misalnya pengguna sedang butuh uang, lalu ada penipu yang menawarkan hadiah puluhan juta dengan syarat yang sangat mudah. Tindakan tersebut harus bijak kita hadapi, dalam keadaan sesulit apa pun kita harus tetap berfikir rasional.

e. Faktor Minimnya Pengawasan Pemerintah

Maraknya kasus-kasus penipuan online tidak dapat dipisahkan dari pemerintah, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk mengawasi setiap e-commerce. Kurang tegasnya pengawasan media online dari pemerintah menjadikan banyaknya sarana media online yang dijadikan sebagai sarana untuk melakukan penipuan. Tidak adanya pemblokiran terhadap situs-situs penipuan di internet menyebabkan pelaku tetap dapat melaksanakan aksinya [18].

B. Modus Operan di Penipuan Melalui Media Sosial di Serdang Bedagai

Modus operandi dalam prespektif kriminologi dapat dikatakan sebagai cara ataut eknik yang memiliki ciri khusus dari seorang pelaku kejahatan dalam melakukan aksi atau perbuatannya. Modus operandi berasal dari Bahasa latin yang memiliki pengertian “prosedur atau cara bergerak”. Dalam hukum pidana tradisional, seseorang dikatakan sebagai penjahat atau pelaku kejahatan apabila orang tersebut telah melakukan kejahatan yang dapat dihukum dimasa lampau. Pelaku kejahatan memiliki cara yang digunakan untuk melaksanakan aksisnya sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan. Seperti misalnya kejahatan perbankan, maka pelaku kejahatan perbankan melakukan kejahatannya dengan cara menggunakan sistem perbankan, membobol rekening korban, membuat transaksi keuangan fiktif, dan melakukan pembobolan pin ATM korban dan sebagainya. Dalam kejahatan konvensional, seperti pembunuhan, pelaku kejahatan melancarkan aksinya dengan menggunakan benda-benda tajam [19].

Dalam hal kejahatan penipuan online, dapat dikatakan bahwa penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bahwa Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu defenisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana. Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut :

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana. Untuk kasus penipuan online, KUHP mengalami kesulitan karena tidak ada ketentuan khusus mengenai perbuatan tersebut. Jadi dalam KUHP harus melihat unsur-unsur kasus ini terlebih dahulu, seperti terjadinya wanprestasi, menggunakan media elektronik internet dalam transaksi, menyebabkan kerugian salah satu pihak, barang yang diperdagangkan tidak sesuai dengan apa yang dikatakan para pihak. Maka dari unsur-unsur ini baru disimpulkan bahwa Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dapat digunakan namun belum cukup efektif dalam menanggulangi tindak pidana tersebut. Sehingga dalam pemidanaannya biasanya diberlakukan pasal berlapis [20].

Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penipuan online juga dijerat oleh Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE yang berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik” dengan ancaman pidana enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 Miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE) [21].

Perbuatan penipuan online yang terjadi dilakukan dengan beberapa modus atau cara yang digunakan oleh pelaku kejahatan yakni:

1) Modus Penipuan Pinjaman Online

Masyarakat yang ada di Serdang Bedagai menjadi korban penipuan online dengan cara pelaku mengelabui/memberikan iming-iming kepada korban untuk menyerahkan data pribadinya untuk kemudian digunakan sebagai pemberi pinjaman, yang kemudian oleh pelaku data-data diri dari korban kemudian dijadikan data atau persyaratan untuk melakukan pinjaman online. Pelaku memanfaatkan data diri korban seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga dan kartu karyawan untuk kepentingan pribadi pelaku. Sehingga, pinjaman online yang sudah dicairkan oleh pelaku atas nama korban, menjadi tanggung jawab korban karena data-data yang dimasukkan ke dalam aplikasi pinjaman online adalah data korban. Disini korban dirugikan atas perbuatan pelaku kejahatan tersebut.

2) Modus Keanggotaan Arisan Online

Beberapa masyarakat yang berada di Serdang Bedagai menjadi korban penipuan online dengan modus arisan online. Pelaku mengumpulkan beberapa orang anggota yang notabenya adalah sindikat kejahatan untuk mengelabui para korban. Modus arisan online ini digunakan pelaku dengan iming-iming keuntungan yang besar. Untuk meyakinkan para korbannya, pelaku membuat grup Whatshapp yang berisikan para anggota arisan. Pada tahapan pertama, korban diberikan keuntungan, tetapi kemudian pelaku melarikan diri membawa uang para anggota arisan online tersebut.

3) Modus Belanja Online

Perbuatan pelaku kejahatan penipuan melalui media sosial marak terjadi dengan modus membuka aplikasi jualan online di internet. Berbagai barang dan produk seperti kosmetik, sepatu, tas, dan barang-barang mewah lainnya dijual pelaku dengan harga miring dibawah harga pasar untuk memikat minat masyarakat yang nantinya akan menjadi korban kejahatan pelaku penipuan online. Biasanya, pelaku pada transaksi pertama mengirimkan barang sesuai dengan keinginan, setelah korban merasa yakin pada transaksi berikutnya pelaku kemudian tidak mengirimkan barang pesanan korban, dan melarikan diri.

Modus dengan belanja online ini juga dilakukan pelaku kejahatan dengan langsung mendatangi rumah-rumah masyarakat, dengan memberikan informasi langsung untuk memperlihatkan website atau aplikasi belanja online yang dikelola pelaku kepada masyarakat-masyarakat yang tidak paham internet. Kemudian pelaku membantu memesankan barang-barang yang ingin dibeli korban melalui rekening pelaku dan pelaku yang akan membayarkan kepada pihak penjual produk. Tetapi setelah menerima uang untuk pembayaran dari korban, dan pelaku menjanjikan akan mengantarkan pesanan kepada korban yang pada kenyataannya tidak diberikan.

4) Modus Pengiriman Hadiah

Salah satu modus penipuan melalui media sosial atau internet adalah dengan cara pemberian hadiah. Masyarakat yang menjadi korban diimingi dengan hadiah-hadiah atas transaksi yang pernah dilakukan oleh korban. Dengan modus pemberian hadiah, pelaku sebelum mengirimkan hadiah kepada korban dengan terlebih dahulu meminta korbannya untuk mentranfer sejumlah uang untuk biaya administrasi pengiriman. Biasannya, korban akan terjebak dengan biaya administrasi yang tidak besar tetapi kemudian dijanjikan hadiah yang bernilai seperti jam tangan, sepeda motor, handphone dan lainnya menjadi pemikat oleh pelaku kepada korbannya. Di Kabupaten Serdang Bedagai modus seperti ini kerap terjadi, dan sangat meresahkan serta merugikan masyarakat.

C. Upaya Polres Serdang Bedagai dalam Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Melalui Media Sosial

Di wilayah hukum Kabupaten Serdang Bedagai, Institusi kepolisian Resort Kabupaten Serdang Bedagai yang dipimpin oleh seorang Kapolres berdasarkan ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 23 tahun 2010 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor maka dapat dilihat bagan struktur Polres Serdang Bedagai sebagai berikut:

Figure 1.Struktur Polres Serdang

Menurut UU No.2 tahun 2002 tentang kepolisian NKRI Pasal 13 mencantumkan tugas kepolisian sebagai berikut; [22]

a. Memilihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam proses penegakan hukum, kepolisian merupakan lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses peradilan pidana. Oleh karenanya memiliki wewenang untuk melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penahanan, penyitaan, samapi ditemukannya suatu kejahatan yang telah dilakukan. Dalam melaksanakan tugas ini terkandung pengertian mencegah (prevention) dan menindak atua memberantas (repression) kejahatan menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Penegakan hukum merupakan hal yang sangat esensial dan substansial dalam konsep negara hukum seperti di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan keseimbangan tatanan dalam masyarakat adalah penegakan hukum.

Penegakan hukum diperlukan untuk membuat hukum berlaku di tengah masyarakat. Hukum yang efektif adalah hukum yang dapat diberlakukan tanpa ada kontra dari masyarakat. Menurut Edi setiadi, bahwa penegakan hukum merupakan bagian dari pembangunan hukum yang mengarah pada upaya-upaya menerapkan atau mengaplikasikan atau mengkonkretkan hukum dalam kehidupan nyata untuk mengembalikan atau memulihkan keseimbangan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara [23]

Penegakan hukum merupakan bagian dari social policy yakni suatu upaya untuk memberikan perlindungan masyarakat (social defence) dan sebagai upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social werlfare), maka kebijakan penegakan hukum ini meliputi proses sebagai kebijakan criminal (criminal justice system). Konsep kebijakan penegakan hukum inilah yang nantinya akan diaplikasikan melalui tataran institusional melalui suatu sistem yang dinamakan criminal justice system (sistem peradilan pidana).

Ada keterkaitan antara penegakan hukum dengan sistem peradilan pidana, yaitu subsistem dari sistem peradilan pidana inilah ( Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) yang nantinya akan melaksanakan kebijakan penegakan hukum berupa pencegahan dan penanggulangan terjadinya suatu kejahatan atau pelanggaran ditengah masyarakat.

Sistem peradilan pidana yang terdiri dari sub-sub sistemnya merupakan actor pelaksana (yang mengaplikasikan dan mengesekusi) kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan instrument hukum pidana sebagaimana tertuang dalam kebijakan criminal dan kebijakan hukum pidana (penal policy). Salah satu institusi yang menjadi bagian dari sistem peradilan pidana adalah kepolisian [24].

Kedudukan institusi kepolisian baik dipusat maupun daerah adalah bentuk pertanggungjawaban negara untuk memberikan pengayoman dan keamanan ditengah masyarakat tanpa terkecuali. Disetiap daerah yang ada diseluruh Indonesia, kepolisian memiliki kantor-kantor kepolisian yang bertugas untuk melaksanakan tugas dan fungsi kepolisian sesuai dengan undang-undang. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki institusi kepolisian ditingkat kabupaten adalah Kabupaten Serdang Bedagai.

Kabupaten Serdang bedagai yang terdiri dari 17 Kecamatan, 237 Desa, dan 6 Kelurahan dengan luas wilayah mencapai 1.900,22 km² dan jumlah penduduk sekitar 642.834 jiwa (2017) dengan kepadatan penduduk 338 jiwa/km². Dengan luas wilayah tersebut sekaligus menjadi wilayah hukum Kepolisian Resort Serdang Bedagai. Artinya, Polres Serdang Bedagai bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

Polres Serdang Bedagai untuk menjaga wilayah hukumnya memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Polres Serdang Bedagai memiliki fungsi Pemberian pelayanan Kepolisian kepada masyarakat. Pelayanan tersebut dalam bentuk penerimaan, dan penanganan Laporan / Pengaduan, pemberian bantuan dan pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, dan pelayanan surat / izin, serta pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri sesuai dengan ketentuan peraturan per Undangan-Undangan.

b. Polres Serdang Bedagai memiliki fungsi intelejen dalam bidang keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning).

c. Polres Serdang Bedagai memiliki fungsi dibidang Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum, serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

d. Polres Serdang Bedagai memiliki fungsi sebagai pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui “Perpolisian Masyarakat”, pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan Kepolisian Khusus.

e. Polres Serdang Bedagai berfungsi pada bidang Sabhara yang meliputi: 1) Kegiatan pengaturan, penjagaan pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan kegiatan masyarakat dan pemerintah; 2) penindakan tindak pidana ringan (tipiring), dan; 3) pengamanan unjuk rasa dan pengendalian masa.

f. Polres Serdang bedagai berfungsi pada bidang lalu lintas, meliputi : 1) Kegiatan Turjawali lalu lintas; 2) penindakan pelanggaran dan penyidikan kecelakaan lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka penegakan Hukum dan pembinaan keamanan; 3) keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

g. Polres Serdang Bedagai memiliki fungsi bidang Perairan meliputi: 1) Kegiatan patroli perairan; 2) penanganan pertama terhadap tindak pidana perairan; 3) pembinaan masyarakat perairan, dalam rangka pencegahan kejahatan; 4) memelihara keamanan di wilayah perairan.

Pelaksanaan fungsi kepolisian oleh Polres Serdang Bedagai dilakukan dengan melibatkan unsur dan bagian dari Polres serta kepolisian sektor (Polsek) yang ada di setiap kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. Pelaksanaan fungsi Polres Serdang Bedagai didasarkan pada prinsip-prinsip penegakan hukum dan pengayoman masyarakat.

Dalam kasus penipuan online yang marak terjadi di daerah Serdang Bedagai, pihak Polres Serdang Bedagai memiliki kedudukan dan peran yang urgen dalam menanggulangi kasus-kasus penipuan melalui media sosial tersebut. Kasus-kasus penipuan melalui media sosial /media online telah marak terjadi. Salah satu kasus yang terjadi yakni pada juli 2021, sebanyak 51 orang korban penipuan data pinjaman online warga Desa Pekan Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu resmi melaporkan kasus tersebut ke Polres Sergai.

Beberapa langkah atau upaya Kepolisian Resort Serdang Bedagai (Polres Serdang Bedagai) dalam memberantas tindak pidana penipuan online dilakukan dengan dua pendekatan yakni pendekan non penal dan pendekatan penal.

a. Pendeketan Non Penal

Pendekatan non penal didasarkan pada prespektif pencegahan (preventif) terhadap penanganan suatu perkara. Di dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam penanggulangan tindak pidana penipuan melalui media sosial di Kabupaten Serdang Bedagai maka Polres Serdang Bedagai dapat melakukan beberapa langkah-langkah Preventif diantaranya:

1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Polres Serdang Bedagai yang ikut melaksanakan tugas sosialisasi bahaya penipuan online kepada masyarakat baik ditingkat Polres maupun di tingkat Polsek khususnya di Kabupaten Serdang Bedagai. Peningkatan kapasitas anggota Polres Serdang Bedagai dilakukan dengan mengikutsertakan yagng bersangkutan dalam Pendidikan-pendikan khusus yang diselenggarakan baik di Polda maupun di Polri di Jakarta.

2. Polres Serdang Bedagai melelui Polsek-Polsek yang masuk dalam wilayah hukum Polres Serdang Bedagai melakukan tindakan pengamanan, pemantauan, dan monitoring di daerah-daerah seperti Kecamatan hingga Desa / Kelurahan yang masih rawan terjadinya penipuan melalui media sosial seperti daerah pesisir Pantai di Kecamatan Sialangbuah, Kecamatan Pantai cermin dan Kecamatan Bedagai yang merupakan wilayah hukum Polres Serdang Bedagai untuk memonitoring kegiatan masyarakat secara langsung.

3. Polres Serdang Bedaagai melakukan tindakan dengan bekerjasama dengan instansi TNI, Pemerintah Daerah dan Instansi Pendidikan, Tokoh agama tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan bahayanya tindakan penipuan dari media sosial. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak menjadi korban selanjutnya.

4. Polres Serdang Bedagai melakukan tindakan intelijen Polri untuk mencegah terjadinya pelanggaran keamanan dan perbuatan penipuan melaui internet atau media sosial untuk menemukan modus dan pelaku tindak pidana.

5. Polres Serdang Bedagai melakukan sosialisasi dan pengamanan/penertiban warung-warung internet tempat penyedia layanan jasa internet ditengah masyarakat Serdang Bedagai.

6. Polres Serdang Bedagai memberikan reward atau penghargaaan bagi masyarakat peduli sosial untuk berkomitmen mencegah terjadinya tindak pidana di media sosial, khususnya terhadap tindak pidana penipuan online.

Selain pendekatan preventif diatas, pencegahan terjadinya tindak pidana penipuan melalui media sosial pada dasarnya terjadi karena faktor-faktor pengaruh ditengah masyarakat. Salah satu faktornya yang paling menentukan adalah pengetahuan dan pemahaman masyarakat serta budaya hidup konsumtif tersebutyang sangat berpengaruh terjadinya tindak pidana melalui internet/media sosial. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penipuan melalui media sosial, pemerintah daerah harus lebih mengedepankan pendekatan ekonomi dan sosial agar masyarakat terhindar dari praktik penipuan online tersebut.

b. Pendekatan Penal

Penanggulangan kejahatan dengan usaha-usaha rasional, terorganisasikan, tersistematis dan prosedural disebut dengan istilah kebijakan kriminal (criminal justice system). Mengutip yang disampaikan oleh Marc Angel bahwa politik kriminal dapat diberikan pengertian sebagai “the rational organization of thecontrol of crime by society”Definisi tersebut tidak berbeda dengan pendapat G. Peter Hoefnagels yang menyatakan bahwa “criminal policy is the rational organization of the social reaction to crime”.Hal ini berarti dapat dirumuskan bahwa politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam penanggulangan kejahatan.

Marc Ancel pernah menyatakan, bahwa “modern criminal science” terdiri dari tiga komponen yaitu “criminology”, “criminal law”, dan “penal policy”. Dikemukakan olehnya, bahwa penal policy adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan

Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) merupakan salah satu peranti hukum di bidang cyberspace atau dunia maya yang diharapkan dapat mengakomodir segala persoalan yang menyangkut kejahatan atau pelanggaran di dunia maya (cyber crime). Undang-undang ITE berperan sangat penting dalam pemberantasan tindak pidana cyber crime di Indonesia. Selain memuat perlindungan hukum terhadap pemakai jasa internet juga memuat ancaman sanksi terhadap pelaku kejahatan cyber crime seperti kejahatan penipuan online [25].

Dalam mengahadapi kasus penipuan online ini, hukum positif di Indonesia masih bersifat lex locus delicti. Namun beda halnya dengan situasi dan kondisi pelanggaran hukum yang terjadi atas penipuan online ini,dimana pelaku kejahatan cyber dan korban berada di tempat yang berbeda. Wilayah kejahatan dunia maya yang begitu luas namun mudah diakses menyebabkan maraknya terjadi kejahatan.

Beberapa tindakan represif dari Polres Serdang Bedagai dalam menanggulangi kejahatan penipuan online yakni:

a) Polres Serdang Bedagai melakukan Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Penipuan melalui Media Sosial/Penipuan Online

Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai salah satu alat kelengkapan negara dalam menegakkan hukum tidak dapat lagi tinggal diam setelah lahirnya UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik kepolisian harus bergerak secara aktif untuk menindak kejahatan di dunia maya. Aparat kepolisian harus dapat menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi di dunia maya.

Upaya penanggulangan tindak pidana penipuan online melalui kebijakan hukum pidana dilaksanakan melalui kriminalisasi hukum pidana yaitu dengan pembentukan undang-undang yang secara khusus mengatur perbuatan yang dilarang tersebut. Upaya penanggulangan tindak pidana siber (cybercrime) melalui sarana penal tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kedudukan Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 yang masih belum memiliki interprestasi hukum yang pasti terhadap kandungan atau makna norma nya jika dihubungkan dengan perbuatan penipuan, maka sudah seharusnya pembuat undang-undang (Pemerintah) untuk melakukan revisi atau perubahan dengan menegaskan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 merupakan aturan yang mengatur mengenai penipuan dalam hal transaksi ekonomi bukan hanya sekedar penyampaian informasi bohong atau tidak benar semata. Dengan begitu, kepastian terhadap penerapan hukuman kepada pelaku tindak pidana penipuan online dapat ditegakkan secara pasti [26].

Penegakan hukum pidana melalui kebijakan kriminal adalah bentuk dari tindakan represif dari aparat penegak hukum. Dalam melakukan upaya represif ini, pihak Kepolisian Resort Serdang Bedagai (Polres Serdang Bedagai) telah mengambil tindakan dengan memproses setiap kasus penipuan online melalui media sosialyang ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku. Pihak kepolisian bekerja sama dengan stakeholder yang ada yaitu bagaimana menangkap pelaku yang tertangkap tangan melakukan kejahatan ataupun melalui laporan masyarakat kemudian mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) guna melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka kasus penipuan melalui media sosial setelah dilakukan penangkapan. Apabila berkas-berkas yang diproses di Polres telah selesai, kemudian diserahkan ke Kejaksaan.

Hal ini juga akan berakibat pada upaya penanggulangan tindak pidana penipuan secara online dalam mencapai pelindungan terhadap kepentingan masyarakat (social defence) tersebut, maka keberadaan hukum pidana sangat diperlukan agar dapat teratasinya kejahatan di dunia siber yang notabenenya menjadi penghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat.Upaya melalui kebijakan hukum pidana yang integral harus dimaksimalkan. Melalui dari substansi hukum, struktur hukum bahkan kultur hukmnya harus berjalan dengan maksimal. Hanya melalui penegakan hukum pidana yang terpadu diharapkan fungsionalisasi hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana penipuan secara online dapat terealisasikan [27].

a) Polres Serdang Bedagai Melakukan Patroli Dunia Internet

Upaya selanjutnya yang dilakukan pihak Kepolisian Resort Serdang Bedagai (Polres Serdang Bedagai) dalam memberantas penipuan online yaitu melakukan pengawasan di dalam dunia maya dengan media Internet. Kepolisian dan Kementerian Komunikasi Dan Informatika (Kominfo) berkolaborasi dalam pemberantasan terhadap situs-situs yang mengandung unsur penipuan online.

Peran Polres Serdang Bedagai dalam hal ini yaitu dengan melakukan patroli di dunia maya dengan menggunakan media Internet untuk mengawasi kegiatan penipuan online pada dasarnya belum dilakukan secara maksimal oleh Polres Serdang Bedagai. Hal tersebut, terkait dengan teknologi dan biaya operasional yang besar. Polres Serdang Bedagai hanya akan melakukan tindakan dan pengawasan terhadap kasus-kasus penipuan online yang menjadi perhatian publik.

Pada dasarnya, pengawasan internet tersebut dapat melacak dan mengumpulkan sejumlah tautan dan situs yang dicurigai mengandung unsur penipuan. Tautan dan situs yang telah dikumpulkan tersebut diserahkan ke Kominfo untuk diproses dan di seleksi, lalu situs-situs yang terbukti mengandung unsur penipuan online akan di blokir sehingga situs-situs tersebut tidak bisa di akses oleh masyarakat.

b) Polres Serdang Bedagai Melakukan Penangkapan Pelaku

Upaya penanggulangan yang bersifat represif merupakan salah satu upaya penegakan hukum yang lebih menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari politik hukum pidana [28].

Simpulan

Faktor penyebab terjadinya penipuan melalui media sosial di tengah masyarakat serdang bedagai prespektif kriminologi didasarkan pada faktor ekonomi, faktor budaya konsumtif masyarakat, faktor keterbatasan pengetahuan masyarakat terkait internet dan media sosial, faktor kurangnya prinsip kehati-hatian masyarakat, faktor minimnya pengawasan pemerintah. Modus operandi penipuan melalui media sosial oleh pelaku kejahatan dengan beberapa cara yakni modus penipuan untuk pinjaman online, modus penipuan dengan modus belanja online, modus pengiriman hadiah kepada masyarakat. Upaya Kepolisian Resort Serdang Bedagai dalam menanggulangi penipuan melalui media sosial dilakukan dengan pendekatan non penal dan pendekatan penal. Pendekatan penal berdasarkan pada prinsip pencegahan (upaya preventif) diantaranya dengan peningkatan sumber daya manusia, tindakan kerjasama antar instansi seperti pemerintah daerah, TNI dan Instansi pendidikan serta Tokoh agama dan tokoh masyarakat, melakukan tindakan intelijen, melakukan sosialisasi, memberikan reward bagi masyarakat peduli sosial anti penipuan online. Sedangkan pendekatan penal yang dilakukan oleh Polres Serdang Bedagai berfokus pada penegakan hukum pidana dengan pelaksanaan penegakan hukum pidana berdasarkan undang-undang yang berlaku dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus penipuan melalui media sosial/online.

Beberapa saran yang diberikan yakni:

1. Disarankan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di pusat untuk mengirimkan penyidik-penyidik yang profesional atau membuat pendidikan penyidik di tingkat Polres, khususnya di Polres Serdang Bedaagai terkait dengan penanganan kasus-kasus cyber crime ( penipuan online) agar proses penanggulangan kejahatan dapat berjalan maksimal

2. Disarankan kepada Pemerintah untuk memfasilitasi teknologi digital internet di instansi-instansi kepolisian khususnya di daerah Kabupaten seperti di Polres Serdang Bedagai agar proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang menggunakan sarana internet seperti penipuan media sosial ini dapat berjalan maksimal

3. Disarankan kepada Masyarakat untuk mengurangi budaya hidup konsumtif dan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam transaksi internet, karena budaya konsumtif adalah penyebab utama dari terjadinya penipuan online.

References

  1. A. Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
  2. A. S. Alam, Pengantar Kriminologi. Makassar: Pustaka Refleksi, 2010.
  3. A. I. Adeniran, "Café Culture and Heresy of Yahooboyism in Nigeria," in Cyber Criminology: Exploring Internet Crimes and Criminal Behavior, K. Jaishankar, Ed. London: CRC Press Taylor & Francis Group, 2011.
  4. B. N. Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
  5. C. Beggs, "Proposed Risk Minimization Measures for Cyber-Terrorism and SCADA Networks in Australia," in Proc. 5th European Conf. Information Warfare and Security (ECIW 2006), D. Remenyi, Ed. Reading, UK: Academic Publishing, 2006.
  6. Badan Pusat Statistik, Statistik Telekomunikasi Indonesia 2022. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2022.
  7. M. D. Cavelty, Cyber-Security and Threat Politics: US Efforts to Secure the Information Age. New York: Routledge, 2008.
  8. Dirjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi. Jakarta: Rajawali, 1984.
  9. D. Shant, Konsep Penegakan Hukum. Jakarta: Liberty, 1988.
  10. E. O. S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014.
  11. E. Setiadi and Kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017.
  12. E. Carrabine, P. Cox, M. Lee, K. Plummer, and N. South, Criminology: A Sociological Introduction, 2nd ed. New York: Routledge, 2009.
  13. H. Sutherland and D. R. Cressey, Principles of Criminology. Chicago, Philadelphia, New York: J. B. Lippincott Company, 1960.
  14. H. Makmur, Kriminologi Administrasi dalam Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama, 2013.
  15. S. C. Kane, The Phantom Gringo Boat: Shamanic Discourse and Development in Panama. Christchurch, New Zealand, 2004.
  16. J. Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya: Bayumedia, 2008.
  17. J. S. Albanese, Organized Crime: From the Mob to Transnational Organized Crime, 7th ed. USA: Elsevier, 2015.
  18. A. Liaropoulos, "War and Ethics in Cyberspace: Cyber-Conflict and Just War Theory," in Proc. 9th European Conf. Information Warfare and Security, J. Demergis, Ed. Reading, UK: Academic Publishing, 2010.
  19. M. Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994.
  20. M. Khoidin and Sadjijono, Mengenal Figur Polisi Kita. Yogyakarta: Laksbang, 2007.
  21. M. Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press, 2009.
  22. M. S. Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mahar Madju, 1994.
  23. M. Lehto and P. Neittaanmaki, Cyber Security: Analytics, Technology and Automation. Switzerland: Springer, 2015.
  24. M. A. Lubis, S. A. Siregar, and M. Y. Nasution, Hukum Pidana. Medan: CV Andalan Bintang Ghonim, 2020.
  25. Muladi, Ed., Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama, 2009.
  26. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 7th ed. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
  27. Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Bandung: UNDIP Press, 1995.
  28. O. Salman and A. F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali. Bandung: PT Refika Aditama, 2009.