Administrative Law
DOI: 10.21070/jihr.v8i0.969

Neglected Elderly: Lacking Welfare Policies in Indonesian Local Governments


Lansia yang Terabaikan: Minimnya Kebijakan Kesejahteraan di Pemerintah Daerah Indonesia

Indonesia
Indonesia
Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

(*) Corresponding Author

Elderly Welfare Policies Local Government Indonesia

Abstract

This study aimed to examine the social welfare policies for elderly citizens in local government in Indonesia, with a particular focus on the existence of regional regulations that address the needs of this vulnerable population. A normative method was employed, utilizing a statutory approach and deductive analysis of legal materials. The results of the study indicate that not all regions in Indonesia have local regulations that specifically address the welfare of the elderly. This finding highlights the need for increased attention and action from local governments in order to ensure the well-being and protection of elderly citizens.

Highlights:

  1. The study focused on social welfare policies for the elderly in local government in Indonesia.
  2. The research revealed that not all regions in Indonesia have local regulations that specifically address the welfare of the elderly.
  3. This highlights the need for increased attention and action from local governments to ensure the well-being and protection of elderly citizens.

Pendahuluan

Berdasarkan pada UUD 1945 pasal 27 (2) berbunyi “ Bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.Berkesinambungan dengan bunyi pasal tersebut pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakatnya baik dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Terkait dengan kesejahteraan lansia diatur dalam Undang-undang nomor 13 tahun 1998.Dalam praktiknya kesejahteraan lanjut usia di Indonesia menurut dari data yang diperoleh dapat dikategorikan lansia oleh WHO: a) usia pertengahan (45-54 tahun), b) Lansia (usia 55-65), c) Lansia muda ( 66-74 tahun), d) Lansia tua (75-90 tahun).[1]

Pada tahun 2025 dapat diperkirakan yaitu jumlah lansia mencapai angka 828 juta jiwa atau dapat dipresentasekan sebesar 9,7% yang mengalami peningkatan pada seluruh penduduk yang ada didunia. Dalam jangka waktu yakni mulai pada tahun 1990 hingga tahun 2025 jumlah peningkatan lansia ini masuk hingga ke Indonesia ,yang meningkatkan penambahan jumlah lansia setiap tahunnya. Dengan jumlah 15,3 juta jiwa pada tahun 2000 ditunjukkan oleh lansia dengan umur 60 tahun atau keatas. Dan mencapai angka 7,4% dengan total penduduk yang ada di Indonesia serta mencapai angka 12% atau 33 juta jiwa pada penduduk di Indonesia pada tahun 2020.[2]

Dari data diatas maka pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah memiliki wewenang yang dipergunakan untuk menjamin kesejahteraan lansia. Berkaitan dengan hal tersebut Kewenangan pemerintah daerah diatur dalam Undang-undang No.23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6 yang berbunyi “hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat”. Maka perlu adanya peraturan yang menjamin lanjut usia sehingga dapat terpenuhi hak-hak dan kesejahteraannya. Namun belum dapat diketahui kebijakan pemerintah apakah sudah sesuai dan tepat atau tidak dalam mensejahterahkan lanjut usia, serta dampak apa yang terjadi apabila tidak terpenuhinya kesejahteraan lansia yang ada pada daerah-daerah di Indonesia. Berdasar hal tersebut penulis berusaha untuk memotret kebijakan lanjut usia pada pemerintahan daerah di Indonesia.[3]

Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang sejalan dan sesuai dengan penelitian yang ditulis: Penelitian pertama ditulis oleh nurhalimah pada tahun 2020 dengan berjudul Upaya panti sosial Tresna werdha budi luhur Jambi dalam menyejahterakan client lanjut usia. Penelitian kedua ditulis oleh Lupyta Istiqomah pada tahun 2020 dengan berjudul Penerapan Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia dikota Yogyakarta dengan rentang waktu 2014 hingga 2015. Dimuat dalam the journalish social and governmnent vol.1. Penelitian ketiga ditulis oleh Wardani dan anita K. Pada tahun 2020 dengan berjudul Implementasi Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam rangka peningkatan kesejahteraan lansia pada dinas sosial Kabupaten Mojokerto.

Namun terdapat perbedaan yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu hanya berfokus pada pengaturan hukum mengenai kesejahteraan lansia namun pada penelitian penulis saat ini berfokus pada Kesesuaian antara kebijakan pemerintah daerah dalam mensejahterahkan lanjut usia serta dampak yang timbul dari tidak adanya Perda maupun peraturan lainnya yang mengatur mengenai kesejahteraan lansia pada suatu daerah yang ada di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada Bagaimana potret kebijakan kesejahteraan sosial lanjut usia pada pemerintahan daerah di Indonesia. Serta tujuan dari penelitian ini adalah Guna mengetahui potret kebijakan kesejahteraan sosial lanjut usia pada pemerintahan daerah di Indonesia. Manfaat penelitian yaitu untuk memberi masukan pemikiran dalam suatu konsep hasil penelitian mengenai kesejahteraan lansia di Indonesia.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), yang mana pendekatan ini akan dilakukan dengan menelaah Undang-undang yang ada kaitannya dengan isu hukum yang sedang ditangani[4]. Dengan bahan hukum primer yang meliputi Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, Peraturan Pemerintah Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, Peraturan Menteri Sosial tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Sedangkan, bahan hukum sekunder digunakan untuk menunjang bahan hukum primer meliputi, Jurnal, artikel, buku dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti. Setelah bahan hukum terkumpul penulis akan menganalisis bahan hukum tersebut dan mencari data mengenai daerah-daerah di Indonesia yang memiliki ataupun tidak memiliki perda yang mengatur kesejahteraan sosial lansia. Setelah menganalisis menggunakan penalaran deduktif dengan menghubungkan teori-teori dari studi kepustakaan maka penulis memperoleh hasil yaitu bahwa tidak semua daerah-daerah di Indonesia memiliki peraturan daerah yang dapat menjamin kesejahteraan lanjut usia.

Pembahasan

Potret Kebijakan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Undang-Undang Lanjut Usia yang dimaksud disini yakni Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia serta Pelaksanaan, pekerjaan, pemeliharaan yang berasaskan Ketuhanan, keseimbangan, kekeluargaan dan keserasian, keselarasan. Berguna sebagai tindak lanjut pengarahan pada pembangunan dengan mengembangkan guna atau fungsi keahlian, pengetahuan, kearifan, memiliki keterampilan khusus serta terselenggaranya pemeliharaan dan juga terdapat kondisi fisik pada lansia.

Menurut ketentuan Undang-Undang Kesejahteraan Lansia No. 13 Tahun 1998, pemberian pelayanan kepada lanjut usia dibagi menjadi dua bentuk pelayanan yaitu pelayanan kepada lansia yang akan datang dan pelayanan kepada lanjut usia.[5]

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004. Inti Peraturan Pemerintah tersebut menyangkut aspek-aspek yang merupakan pelayanan bagi lanjut usia. Seperti:

  1. Pelayanan berupa lapangan kerja atau peluang usaha, serta pendidikan dan pelatihan untuk diferensiasi lebih lanjut
  2. perlindungan sosial bagi lanjut usia yang tidak memiliki potensi perlindungan sosial mempengaruhi keseluruhan pelayanan kepada lanjut usia karena menghalangi mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Untuk prasarana umum, Penggunaan fasilitas umum juga diatur dalam penyediaan aksesibilitas bagi lansia di gedung-gedung publik dan di jalan umum.

Oleh karena itu, dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Komisi guna meningkatkan kualitas hidup Lansia.[6] Kesejahteraan masyarakat telah disahkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, namun Undang-Undang Kesejahteraan Sosial menekankan pentingnya undang-undang tersebut untuk tidak membahas perlakuan terhadap lanjut usia dalam rangka meningkatkan potensinya dalam rangka pembangunan. Pelayanan Sosial Pemberdayaan Lansia adalah upaya untuk memungkinkan partisipasi lansia dan memberikan tanggung jawab yang jelas dalam manajemen pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.[7]

Kedudukan Peraturan Daerah

Kedudukan Perda sebagai instrumen dalam otonomi daerah yakni Jenis hukum dan bagian dari sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila. Peraturan daerah menempati posisi strategis sebagaimana diatur UUD 1945. Peraturan daerah adalah dokumen hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah serta penyusunan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[8]

Menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan lanjut usia yakni “kondisi apabila terpenuhinya kebutuhan materiil, keagamaan, serta sosial. sebagai warga negara agar dapat berkembang dan memiliki penghidupan layak, sehingga dapat terpenuhi fungsi sosialnya”. Adanya perda harus ditaati karena merupakan peraturan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Namun dalam mentaati nya perlu dicermati Perda tersebut apakah bertentangan ataukah tidak bertentangan dengan dengan peraturan perundang-undangan sebab secara hierarki peraturan perundang-undangan lebih tinggi nilainya dari peraturan yang ada dibawahnya harus selaras dengan dan tak boleh bertentangan.[9]

Kondisi Faktual Lansia di Indonesia

Peningkatan pada usia harapan hidup Usia harapan hidup (UHH) disini dapat tercermin melalui keberhasilan yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan kesehatan yang ada di Indonesia serta moralitas dan penyeimbangan yang dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan usia harapan hidup para lansia.Setiap tahunnya mengalami peningkatan pada kelahiran maupun UHH yang dari 2004 yakni awal 68,6 menuju angka 69,8 pada 2010 dan juga pada 2015 mengalami peningkatan drastis yakni 70,8 (BPS,2013).​Dikatakan dapat terus berlanjut dan terjadi peningkatan kedepannya Dan menurut hasil sensus di antara lima negara dengan penduduk lanjut usia terbanyak di dunia, Indonesia memiliki 18,1 juta orang, atau 7,6% dari total penduduk.[10]

Serta terus meningkat setiap tahunnya pada tahun 2020 dapat dihitung sebanyak 27,1 juta lansia dengan umur diatas 60 tahun dan juga pada tahun berikutnya yakni 2025-2035 yakni angka 33,7 juta dan juga 48,2 juta hal tersebut dikemukakan oleh BPS pada tahun 2013. Dan pada tahun diundangkannya Undang-undang nomor 13 tahun 1998 mengenai kesejahteraan lanjut usia memperkuat atas kekhawatiran tersebut sebagai pedoman dalam melaksanakan hukum (landasan). Dan pada bidang kesehatan terdapat Undang-undang nomor 36 tahun 2009 mengenai kesehatan berisi mengenai guna menunjang kesejahteraan lansia maka perlunya pemeliharaan kesejahteraan lansia yang jauh dari kata diskriminasi dan juga harus bersifat berkelanjutan sehingga terus mendukung perkembangan yang ada di Indonesia.[11]

Pemikiran yang digunakan dalam merawat kesehatan pada lansia berguna untuk menjadikan para lanjut usia agar tetap sehat dan aktif baik ekonomi, sosial maupun hal lainnya dan menjadi masyarakat yang mandiri dan berguna untuk bangsa.sehingga perlu dipastikan dalam penyediaan keperluan medis guna menunjang jumlah peningkatan dalam pengembangan lansia. Dampak dari tidak adanya Perda yang mengatur mengenai lansia yakni tidak memprioritaskan lansia dalam keamanan, tidak tercukupinya kebutuhan akan nutrisi dari lansia, tidak terlaksananya peran aktif lansia, tidak terawasinya kesehatan dan pemenuhan akan kebutuhan serta kesejahteraan dari lansia.[12]

Analisis Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Kesejahteraan Lanjut Usia

Menurut Amara Raksasatya, bahwa kebijakan merupakan suatu strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga berdasar pada teori tersebut pemerintah daerah harus membuat kebijakan yakni perda yang tepat sehingga mampu memenuhi hak-hak lansia dan menjamin kesejahteraan lansia yang ada di daerahnya. Terutama lansia Non potensial karena kategori lansia ini tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada orang lain [13]. Perda harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan diatas nya, apabila tidak sesuai maka dapat ditolak aturan tersebut dengan cara-cara yang telah ditentukan. Terdapat delapan aspek yang diatur dalam Perda Kesejahteraan Lanjut usia yakni: [14]

1) Pelayanan pelatihan

2) pelayanan kesehatan

3) pelayanan penempatan kerja

4) Layanan Keterampilan

5) Pelayanan untuk mempermudah penggunaan sarana, prasarana dan sarana umum.

6) Memberikan kemudahan dalam pelayanan hukum dan bantuan hukum;

7) Bantuan sosial pada lansia

8) Perlindungan sosial.

peraturan daerah dan yang tidak memiliki, namun dapat menerapkan prosedur dengan tingkat yang lebih tinggi dalam legislasi hierarkis. Dalam persentase yang memiliki peraturan daerah, terdapat 30 Provinsi/Kabupaten/Kota, dengan 3 Provinsi, 20 Kabupaten, dan 7 Kota masing-masing memiliki peraturan daerah khusus dalam menangani dan membuat kebijakan untuk meningkatkan pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat dalam mensejahterakan lanjut usia. Sementara itu, ada 7 daerah yang tidak memiliki peraturan daerah khusus dalam kesejahteraan lanjut usia, termasuk 2 Provinsi, 2 Kabupaten, dan 2 Kota [15].

Figure 1.Daerah yang memilliki Perda Kesejahteraan Lansia

Figure 2.Daerah yang tidak memilliki Perda Kesejahteraan Lansia

Daerah yang memiliki Perda seperti pada gambar 1. Dapat menjamin kesejahteraan lansia secara baik melalui beberapa peraturan daerah dan akan terpenuhinya hak-hak lansia mencakup pelayanan keagamaan, mental spiritual, kesehatan, kesempatan kerja, kemudahan penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, perlindungan sosial, kemudahan layanan bantuan hukum maka dengan terpenuhinya hak-hak lansia sebagaimana dipaparkan diatas maka pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil dalam mensejahterahkan lansia.

Namun, masih ada daerah yang tidak memiliki Perda Lansia seperti pada Gambar 2. Sehingga dari tidak adanya perda tersebut yaitu pemerintah daerah tidak memprioritaskan lansia dalam keamanan, tidak tercukupinya kebutuhan akan nutrisi dari lansia, tidak terlaksananya peran aktif lansia, tidak terawasinya kesehatan dan pemenuhan kebutuhan serta kesejahteraan lansia.maka dari itu pemerintah daerah dapat menerapkan prosedur dengan tingkat yang lebih tinggi (legislasi hierarkis) agar penanganan dan pelayanan kesejahteraan lansia lebih efektif dengan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sehingga cepat dalam penanganan lansia.

Simpulan

Otonomi yang luas diberikan kepada daerah dengan tujuan mempercepat terwujudnya kepentingan bersama melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat. Namun, tidak semua daerah memiliki peraturan daerah yang mengatur kesejahteraan lanjut usia, yang dapat berdampak pada tidak terprioritisasinya kesejahteraan lanjut usia dalam kebijakan daerah. Dampak lainnya adalah tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi lansia, tidak terlaksananya peran aktif lansia, serta tidak terawasinya kesehatan dan pemenuhan kebutuhan serta kesejahteraan dari lansia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan urgensi pentingnya peraturan daerah yang mengatur kesejahteraan lanjut usia, agar kebutuhan lanjut usia dapat terpenuhi dengan baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

References

  1. S. Soekarto, "Pengantar penelitian hukum," Jakarta: UI Press, 1984.
  2. A.W. Sudoyo, "Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam," 5th ed., Jakarta: Interna Publishing, 2009.
  3. S. Tamher and N. Noorkasiani, "Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan," Jakarta: Salemba Medika, 2009.
  4. A. Erlina, "Usaha pemberdayaan lansia secara fisik melalui program pelatihan lansia bugar," Inotek, vol. 15, no. 1, 2011.
  5. J. Ibrahim, "Methodology penelitian hukum normatif," Malang: Bayumedia publishing, 2012.
  6. A. Amiruddin and Z. Asikin, "Pengantar metode penelitian hukum," Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
  7. R. Zulfitri, "Analisis kebijakan pelayanan kesehatan primer dalam manajemen penatalaksanaan penyakit kronislansia," Jurnal kesehatan masyarakat Andalas, vol. 10, no. 1, 2017.
  8. A.K. Dahlan, "Kesehatan lansia," Intimedia, 2018.
  9. Ministry of Social Affairs, "Peraturan Mentri Sosial No. 5 Tahun 2018 Tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia," 2018.
  10. F. Effendi and Makhfudli, "Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktek Dalam Keperawatan," Jakarta: Salemba Medika, 2019.
  11. Ministry of Health, Republic of Indonesia, "Indonesia Masuki Periode Aging Population," Kemkes.Go.Id, 2019. [Online]. Available: https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-population.html. [Accessed: Mar. 03, 2023].
  12. N. Kholifah, "Kesetaraan ham di muka hukum dalam kerangka negara kesejahteraan," Adalah: Buletin Hukum & Keadilan, vol. 2, no. 3, 2019. https://doi.org/10.15408/adalah.v2i3.8195.
  13. A.I.N. Rohmah, P. Purwaningsih, and K. Bariyah, "Kualitas Hidup lanjut usia," vol. 3, no. 2, 2012.
  14. Republic of Indonesia Ministry of Social Affairs, "Peraturan Kementerian Sosial No 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Sosial."
  15. Data chart diagram memiliki dan tidak memiliki Perda Kesejahteraan lanjut usia di Indonesia, available at https://bit.ly/Data_chart_Excel.