Business Law
DOI: 10.21070/jihr.v12i1.997

Juridical Assessment of Collateral in Microfinance: A Statutory Approach


Penilaian Yuridis terhadap Agunan dalam Pembiayaan Mikro: Sebuah Pendekatan Hukum

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Microcredit Banks Collateral Evaluation Juridical Assessment Credit Security Indonesian Banking Regulations

Abstract

This research investigates the juridical appraisal procedure employed by Microcredit Banks in Indonesia for land and building collateral. Utilizing a statute approach, the study scrutinizes both the subject (ownership status) and object (land location, boundaries, land status, and proof of ownership) of the collateral. The assessment also considers taxation aspects, including the Non-Tax State Revenue (NJOP) value, transaction price, and market price. The findings reveal that a comprehensive analysis incorporating these diverse aspects is necessary for accurate valuation. The study underscores the vital role of collateral evaluation in loan disbursement, emphasizing that banks need to ensure that collateral meets all credit security conditions. Consequently, in the event of borrower default, banks can legally seize the collateral to recoup the outstanding debt. The findings have implications for enhancing microcredit banking regulations and for bolstering the legal protections of both banks and borrowers.
Highlights:

  • Juridical appraisal procedure adopted by Microcredit Banks crucially considers both the subject and object of land and building collateral.
  • Taxation aspects, including the Non-Tax State Revenue (NJOP) value, transaction price, and market price, are integral to the comprehensive evaluation of collateral.
  • Ensuring that collateral meets all credit security conditions is a paramount step in loan disbursement, providing legal protections for banks to recoup outstanding debt in the event of borrower default.

Keywords: Microcredit Banks, Collateral Evaluation, Juridical Assessment, Credit Security, Indonesian Banking Regulations.

 

Pendahuluan

Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang dalam kegiatan operasionalnya memberikan jasa dibidang keuangan yaitu sebagai perantara (intermediary) atau menghubungakan antara pihak yang surplus dana dengan pihak yang defisit dana. Sebagai lembaga perantara bank melakukan kegiatan usaha dengan cara menghimpun dana dan menyalurkan dana. Salah satu kegiatan usaha bank menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman atau kredit. Istilah kredit “credere” yang artinya percaya, bank memberikan pinjaman kepada debitur atas dasar keyakinan (percaya) bahwa debitur akan melunasi pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, sesuai pengertian kredit menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang oleh Bank melalui perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan debitur, yang mewajibkan debitur melunasi pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dan membayar bunga [1].

Sebelum memberikan pinjaman, bank wajib melakukan analisa kredit dengan memberikan penilaian terhadap usaha maupun jaminan atau agunan Prinsip yang lazim digunakan dalam penilaian pemberian pinjaman yaitu berdasarkan prinsip 5’C (five’s of C), meliputi character, capacity, capital, collateral dan conditionofeconomic. Penilaian terhadap character berdasarkan pada watak dari calon debitur. Capacity merupakan penilaian terhadap kemampuan debitur dalam mengelola usahanya, dibuktikan melalui pengalaman debitur sudah berapa lama mengelola usahanya. Capital merupakan penilaian terkait modal yang dimiliki oleh debitur. Selain modal yang berasal dari pinjaman, debitur harus memiliki modal sendiri atau modal awal bagi yang akan memulai usaha, karena modal dari pinjaman bank merupakan modal tambahan. Collateral merupakan penilaian terhadap agunan yang diberikan oleh debitur. Debitur dapat memberikan harta benda miliknya untuk menjamin pelunasan utangnya. Conditionofeconomic merupakan penilaian terhadap prospek usaha debitur. Penilaian agunan kredit dapat dilakukan dari segi ekonomis maupun yuridis. Dalam penilaian agunan secara yuridis dapat dilakukan dengan melihat unsur-unsur subyektif dan obyektif agunan serta dari segi perpajakan.

Penelitian pertama oleh Imam Wahyudi dengan judul Pelaksanaan Analisis Terhadap Tanah dan Bangunan Sebagi Jaminan Hutang Dalam Kaitannya Dengan Proses Pemberian Kredit (Studi Penelitian Pada PT. BPR Duta Adiarta Medan), hasil penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan analisis terhadap tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan hutang dengan mengidentifikasi permasalahan untuk dapat dibuat action plannya sehingga berdasarkan analisa data ini disimpulkan nilai dari tanah dapat diketahui nilai hak tanggungan dari jaminan hutang yang ditetapkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan[2].

Penelitian kedua oleh Claudio Yosia Tumbel dengan judul Aspek-aspek Penilaian Dalam Pemberian Kredit, hasil penelitian menyatakan bahwa penilaian kredit bank antara lain adalah aspek yuridis/hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis/operasi, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek amdal. Hasil penelitian diperoleh bahwa ank dapat melakukan berbagai cara untuk menguji calon nasabah apakah nasabah tersebut layak untuk mendapatkan pinjaman dilakukan analisa berdasarkan 5 C (Character, Capacity, capital, conditionofeconomic) , 7P (personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, protection) dan 3 R(returns, repayment, riskbearingability) [3].

Penelitian ke tiga oleh Dian Latifiani dengan judul Tinjauan Yuridis Analisa Pemberian Kredit Usaha Sebagai Upaya Preventif Timbulnya Kredut Macet, hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian kredit kepada debitur yaitu dengan mempertimbangkan at the five of credit analysis calon debitor [4].

Penelitian keempat oleh Newfriend N. Sambe yang berjudul Fungsi Jaminan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Pihak Bank Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, hasil penelitian menyatakan bahwa Fungsi jaminan terhadap pemberian kredit bank yaitu untuk menjamin pelunasan utang debitur bila debitur wanprestasi atau pailit. Jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali walaupun dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankan [5].

Penelitian kelima oleh Nazar Wahyu, dengan judul Analisi Penilaian Agunan Dalam Keputusan Pemberian Pembiayaan Murabahah pada BMT Mitra Dana Sakti Lampung Selatan, hasil penelitian menyatakan bahwa di BMT Mitra Dana Sakti Lampung Selatan dalam melakukan penilaian terhadap agunan dengan menggunakan sistem sama rata, dimana bank menilai agunan sebesar 80% dari harga pasar [6].

Dari beberapa penelitian terdahulu, yang membedakan dengan penelitian penulis yaitu penulis meneliti terkait cara Bank Perkreditan Rakyat dalam memberikan penilaian analisa kredit atas agunan tanah dan bangunan dari segi yuridis mengacu pada subyek hak kepemilikan tanah, status hak atas tanahnya dan nilai tanah dan bagunan dari segi perpajakan. Pentingnya analisa kredit dalam penilaian agunan yaitu untuk memberikan kepastian Bank atas pinjaman yang diberikan kepada debitur akan dapat terbayar sesuai dengan yang diperjanjikan.

Metode

Jenis metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yuridis normative dengan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut yaitu pendekatan perundang-undangan atau statute approach [7]. Langkah-langkah sebagai berikut : menginventarisir peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan issue hukum; mengumpulkan referensi yang relevan dengan issue hukum; melakukan analisis terhadap issu hukum berdasarkan peraturan perundang-undang, referensi sehingga dapat menjawab issue hukum serta mengambil suatu kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Analisis Penilaian Agunan Tanah dan Bangunan dalam Pemberian Kredit di Bank Perkreditan Rakyat

diperjanjikan." Dalam konteks ini, definisi jaminan mencakup penegasan bahwa bank, dalam pemberian kredit, harus memiliki keyakinan yang meyakinkan bahwa debitur memiliki kapabilitas untuk melunasi kredit yang diberikan.

Sebaliknya, menurut pasal 1 butir 23 UU No. 10 Tahun 1998, agunan ditentukan sebagai "jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah." Definisi ini mencakup bahwa debitur akan menyerahkan asetnya sebagai jaminan untuk hutangnya.

Ada perbedaan mendasar antara jaminan dan agunan. Jaminan lebih berfokus pada fungsi meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur memiliki kemampuan untuk membayar kembali kredit sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit. Agunan, di sisi lain, berfungsi sebagai alternatif bagi bank untuk mengeksekusi jika debitur wanprestasi [8].

Agunan dapat berupa objek yang dibiayai dengan kredit atau objek lainnya. Secara umum, barang yang dapat dijadikan agunan harus memenuhi kriteria tertentu. Tujuan dari penguasaan agunan adalah untuk meminimalisir risiko kerugian bank jika kredit menjadi macet dan juga sebagai bentuk keseriusan debitur dalam memenuhi kewajiban perjanjian kredit. Jika debitur gagal memenuhi kewajibannya, bank dapat meminimalkan risiko kerugian dengan menjual agunan debitur untuk menutupi hutangnya.

Macam-macam agunan kredit, dapat berupa :

a) Jaminan Perorangan (Personal Guaranty)

Jaminan pihak ke-3 yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur

b) Jaminan Kebendaan

Berupa kekayaan debitur atau pihak ketiga yang telah sepakat dijadikan sebagai jaminan bagi pelunasan utang debitur. Kekayaan ini sudah tertentu.

Persyaratan pemberian kredit antara lain :

  1. Pengajuan Permohonan/ Aplikasi Kredit
  2. Penelitian Berkas Kredit
  3. Investigasi Kredit
  4. Penilaian Kelayakan Kredit
  5. Analisa Kredit
  6. Persetujuan Kredit
  7. Pencairan Kredit
  8. Monitoring/ pengawasan kredit
  9. Penyelamatan & Penyelesaian Kredit Bermasalah [8].

Penilaian agunan dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Secara internal bank dapat melakukan penilaian sendiri berdasarkan aturan internal yang mengatur tentang penilaian atau taksasi agunan. Sedang secara eksternal dapat dilakukan menggunakan kantor jasa penilai atau lembaga penilai. Kebijakan internal bank untuk menilai agunan pada saat pemberian kredit dapat dilakukan oleh pejabat kredit yang diberi kewenangan oleh bank. Bisa juga secara internal dilakukan secara bersama dengan tim komite kredit. Sedang penilaian agunan oleh pihak eksternal, bank biasanya saat akan mengeksekusi agunan kredit. Standar penilaian agunan disesuaikan dengan jenis-jenis agunannya.Standar penilaian agunan berbeda antara benda tetap dengan benda bergerak.

Penilaian agunan tanah dan bangunan dapat diperoleh dari beberapa sumber yang dapat digunakan sebagai acuan/ rujukan, pembanding antara lain :

Penilaian dari segi yuridis

Penilaian agunan tanah dan bangunan secara yuridis dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :

Status Hak Atas Tanah

Status Tanah Hak Milik memiliki kelebihan dibanding dengan Hak Guna Bangunan. Status tanah Hak Milik merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh (pasal 20 Undang-undang No. 5 Tahun 1960/ UUPA) artinya hak milik dapat diwariskan ke ahli warisnya, terkuat artinya hak milik statusnya tidak mudah hapus karena tidak ada batas waktu haknya, terpenuh artinya pemegang hak memiliki kewenangan yang luas untuk menggunakan haknya, misal untuk mendirikan bangunan, untuk pertanian dibandingkan dengan hak guna bangunan yang terbatas pengunaannya untuk mendirikan bangunan saja.

Status Kepemilikannya

Kepemilikan agunan penting untuk diperhatikan. Bahwa yang berhak untuk menjaminkan atau mengalihkan hak atas tanah adalah pemilik atau yang empunya tanah, maka dalam menerima tanah dan bangunan sebagai agunan kredit idealnya adalah milik debitur sendiri. Jika agunan milik orang lain, maka pengikatan agunannya dilakukan oleh pemilik agunan dan dalam perjanjian kredit pemilik agunan dapat bertindak sebagai penanggung. Agunan milik orang lain perlu dipertimbangkan jika debitur wanprestasi maka untuk proses eksekusinya harus melibatkan pemilik agunan. Dalam praktek eksekusi agunan tersebut tidak mudah, dapat terjadi perlawanan dari pemiliknya walaupun pada saat pejanjian pengikatan agunan telah menyetujui.

Status bangunan

Agunan berupa bangunan antara lain dapat berupa bangunan rumah tinggal, toko/ ruko, pabrik, Gudang, hotel dan bangunan permanen lainnya. Penilaian agunan berupa bangunan agar memperhatikan, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB), lokasi bangunan, luas bangunan, kondisi bangunan, tahun pendirian/ renovasi bangunan tersebut, peruntukan bangunan (rumah tinggal, pabrik, Gudang, hotel), tingkat marketabilitas, keterikatan dengan bank lain, dan status hukum (dalam kondisi sengketa/ tidak) [8].

Status pengikatan agunan

Agunan yang diterima bank wajib dilakukan pengikatan agunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengikatan agunan tanah dan bangunan dengan Hak Tanggungan sesuai Undang-undang Nmor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Hak atas tanah yang dapat dilakukan pengikatan dengan Hak Tanggungan terdiri dari : Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Pakai atas tanah negara yang menurut sifatnya dapat didaftarakan (register) dan dapat dialihkan.

Alat bukti kepemilikan

Alat bukti tanah dan bangunan dapat berupa sertipikat hak atas tanah. Selain itu dapat berupa petuk pajak/ girik/ pipil. Sertipikat Hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak atas kepemilikan hak atas tanah , hak pengelolaan, tanah wakaf, Hak Milik Atas satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan [9]. Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak [10] :

  1. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tsb sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) ini berarti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun berperkara di Pengadilan. Sudah barang tentu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur ybs, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.
  2. Dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kab./Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat (pasal 32 ayat (2) dapat dimaknai bahwa sertipikat merupakan alat pembuktian yang kuat.
  3. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan/ atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia[11].

Petuk pajak secara yuridis sebagai tanda bukti pengenaan pajak atau tanda bukti pembayaran pajak. Tanda bukti pengenaan pajak atas nama pemilik, dikenal dengan sebutan petuk pajak, pipil, girik, letter C, petok D dan lain-lain [12]. Fungsi petuk pajak sebagai surat pengenaan dan tanda pembayaran pajak. Di masyarakat petuk pajak diartikan sebagai tanda bukti kepemilikan atas tanah. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Februari 1960 nomor 34/K/Sip/1960 bahwa [12]:

surat petuk pajak bumi bukan merupakan suatu bukti mutlak , bahwa sawah sengketa adalah milik orang yang Namanya tercantum dalam petuk pajak bumi tersebut , akan tetapi petuk itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah yang bersangkutan

Penilaian dari aspek perpajakan

Penilaian agunan tanah dan bangunan dari segi perpajakan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan

NJOP harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi Jaul Beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru/ NJOP Pengganti.

Nilai transaksi/ NPOP menurut Badan Pelayanan Pajak Daerah

Dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak) (Pasal 6 ayat (1) Perda Kabupaten Sidoarjo No. 5 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah(BPHTB). NPOP jual beli adalah harga transaksi (Pasal 6 ayat (2) Perda Kabupaten Sidoarjo No. 5 Tahun 2010).

Pemeriksaan NPOP dilaksanakan dengan cara menilai/ mengukur kewajiban nilai perolehan berdasarkan :

  1. Data lain yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan
  2. Data base Nilai Transaksi yang terekam dalam rekaman pembayaran BPHTB
  3. Bank Data Nilai Pasar yang ditetapkan oleh Kepala Badan
  4. Nilai Jual Objek Pajak PBB-P2 (Pasal 11 ayat(4) Peraturan Bupati No. 21 Tahun 2017 tentang tatacara pemungutan BPHTB

Informasi data huruf b,c dan d tidak mudah diakses oleh umum.

Nilai Zona Tanah (ZNT) Badan Pertanahan Nasional

Peta Zona Nilai Tanah (ZNT). Peta ZNT adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan atau pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi desa atau kelurahan. Pembuatan peta ZNT memerlukan data berupa harga tanah yang berdasarkan nilai pasar sebagai informasi tekstualnya.

Nilai ZNT dalam praktek pendaftaran tanah digunakan sebagai acuan untuk menentukan biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pendaftaran peralihan/ perpindahan hak. Rumus PNBP =( Nilai ZNT x luas tanah x 1000 per mil) + Rp. 50.000,-. Nilai ZNT akan diketahui pada saat online layanan pendaftararan peralihan/perpindahan hak dengan link https://loket.atrbpn.go.id/ Dan untuk akses layanan tersebut harus terdaftar di layanan tersebut, tidak mudah untuk diakses oleh umum.

Simpulan

Penilaian agunan tanah dan bangunan dalam analisis pemberian kredit di Bank Perkreditan Rakyat dapat dilakukan secara yuridis dengan mempertimbangkan : status hak atas tanahnya, status bukti kepemilikannya, status bangunannya, status pengikatan agunan, perpajakan. Analisis penilaian agunan tanah dan bangunan berdasarkan aspek yuridis perlu mengkombinasikan dari beberapa aspek pertimbangan tersebut di atas untuk mendapatkan penilaian yang akurat. Selain itu penialaian agunan tanah dan bangunan harus mengacu pada undang-undang atau peraturan-peraturan lain yang relevan untuk memastikan bahwa penilaian dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pentingnya penilaian agunan dalam pemberian kredit bahwa bank harus memastikan agunan yang diberikan oleh debitur memenuhi syarat-syarat agunan kredit sehingga apabila debitur wanprestasi, bank dapat mengeksekusi agunan kredit tersebut untuk membayar utang debitur.

Ucapan Terima Kasih

Kami berterimakasih kepada Direktur Bank Perkreditan Rakyat Buduran Delta Purmana yang telah memberi kesempatan untuk memberikan data atau keterangan terkait persyaratan dan analisa pemberian kredit.

References

  1. Undang-Undang, "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan," UU No. 10 Tahun 1998, p. 32, 1998. Available: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45486/uu-no-10-tahun-1998
  2. I. Wahyudi, "Pelaksanaan Analisis Terhadap Tanah dan Bangunan Sebagi Jaminan Hutang Dalam Kaitannya Dengan Proses Pemberian Kredit (Studi Penelitian Pada PT. BPR Duta Adiarta Medan)," Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara, 2010. Available: https://123dok.com/document/6qmwo64z-pelaksanaan-analisis-terhadap-bangunan-jaminan-kaitannya-pemberian-penelitian.html
  3. C. Y. Tumbel, "Aspek-Aspek Penilaian Dalam Pemberian Kredit Bank," Lex Privatum, vol. 3, no. 3, Aug. 2015. Available: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/8986
  4. D. Latifiani, "Tinjauan Yuridis Analisa Pemberian Kredit Usaha Sebagai Upaya Preventif Timbulnya Kredit Macet," Pandecta Research Law Journal, vol. 8, no. 2, 2013. doi: 10.15294/pandecta.v8i2.2685.
  5. N. N. Sambe, "Fungsi Jaminan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Pihak Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998," Lex Crimen, vol. 5, no. 4, Jul. 2016. Available: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/12816
  6. W. Nazar, "Analisis Penilaian Agunan Dalam Keputusan Pemberian Pembiayaan Murabahah Pada BMT Mitra Dana Sakti Lampung Selatan," UIN Raden Intan Lampung, 2018. Available: http://repository.radenintan.ac.id/4037/
  7. Irwansyah, Penelitian Hukum Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel. Yogyakarta, Indonesia: Mirra Buana Media, 2021.
  8. Bank Indonesia, Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama, 2014.
  9. Republik Indonesia, "Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria," 1960. Available: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/51310/uu-no-5-tahun-1960
  10. Republik Indonesia, "Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah," 1997. Available: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/56273/pp-no-24-tahun-1997
  11. Menteri Agraria, "Permen Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik," 2021. Available: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/169177/permen-agrariakepala-bpn-no-1-tahun-2021
  12. B. Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta, Indonesia: Djambatan, 2003. Available: https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac?id=3742